Selasa, 25 Juli 2017

Ogek Uning Duta Wisata Sibolga

TARI TRADISIONAL PESISIR ( PART III )

Tari Gelombang Duo Baleh

TARI GALOMBANG DUO BALEH 
Sejarahnya.
    Galombang Duo Baleh adalah salah satu seni pencak silat tradisi pada masyarakat Pesisir di Tapanuli Tengah Sibolga. Keberadaan seni pertunjukan ini tidak terlepas dari sistim pemerintahan kerajaan jaman dahulu di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga yang dari waktu ke waktu dipimpin oleh raja.
Menurut hasil penelitian yang kami laksanakan beberapa waktu yang lalu, terdapat tiga kerajaan besar di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, antara lain : Raja Barus Hulu, Raja Barus Hilir dan Raja Sibolga ditambah dua Kerajaan kecil yaitu Raja Kalangan dan Raja Tuka. Sudah menjadi kebiasaan dalam menjaga kewibawaan seorang raja selalu dibentengi oleh kelompok-kelompok orang yang mahir dalam ilmu bela diri, baik ilmu bela diri secara lahir maupun ilmu bela diri secara batin, sehingga kemanapun raja berkunjung selalu dikawal oleh sekelompok pesilat tangguh dari kerajaan itu sendiri.
Berakhirnya sistem kerajaan sampai kepada sistem pemerintahan Republik, seni pertunjukan yang berakar dari seni pencak silat tradisi ini masih terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal inilah 
yang mengilhami para para pelaku budaya, sehingga dapat memadukan karakter seni bela diri dengan seni tari sehingga menghasilkan gerakan-gerakan indah yang diiringi oleh musik dan vokal, apa lagi seni ini sudah ditata dengan komposisi barisan dan jumlah orang yang ditampilkan dalam seni pertunjukan ini.
Mengapa harus duabelas orang ? Menurut pendapat para pelaku budaya di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, dua belas jumlah pemain  mempunyai makna dua belas bulan dalam satu tahun, sehingga seni ini dinamakan Galombang Duo baleh.
Pelaksanaannya. 
Dalam pelaksanaan pesta pernikahan dalam adat Sumando di daerah Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, didapati beberapa tahapan dalam pelaksanaan tari-tarian tradisi Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga yang kami rangkum.
Setiap perlehatan dalam pelaksanaan pesta pernikahan dalam adat Pesisir selalu didasari oleh adat dan seni budaya, sejak dari kegiatan pada malam hari (malam barinei) sudah ditampilkan bermacam tarian
Di jelaskan bahwa pada saat pemberangkatan pengantin pria (marapulei) ke rumah pengantin wanita (anak daro) selalu diiringi oleh kaum kerabat handai dan tolan. Dalam prosesi ini barisan yang paling depan adalah para ibu dan anak gadis, di barisan berikutnya adalah beberapa orang yang yang salah satunya adalah menjunjung Bungo Lomau (sunting) yang diiringi oleh pengantin pria yang berjalan di bawah payung kuning. Sementara yang barisan berikutnya diiringi oleh sekelompok pemusik tradisi yang biasa disebut anak alek (pasikambang) dan kelompok Galombang duo baleh dengan seragam warna kuning, yang berada di barisan paling belakang adalah kaum bapak.
Selama dalam perjalanan menuju ke rumah pengantin wanita, suara musik seperti biola ditambah suara okardion dan suara gendang tiada henti-hentinya mengiringi vokal dengan pantun sahutmenyahut.
Menjelang sampai ke rumah pengantin wanita, prosesi berhenti sejenak untuk menerima sambutan 
dari pihak pengantin wanita (anak daro). Pihak pengantin wanita menyambut secara adat pula orang yang mewakili memberikan sambutan dengan berpantun dan gurindam.

Mengarak Pengantin

Cara Gerak dan langkah Galombang Duo Baleh
Setelah membuat komposisi dengan barisan tiga berbanjar dengan jarak satu meter dari posisi masing-masing, kelompok gelombang duo baleh yang berjumlah dua belas orang ini duduk setengah bersimpuh dengan kaki kanan setengah berdiri dan kaki kiri melipat ke bawah dengan dikumandokan seorang sebagai pembawa.
Seperti dikomando kedua kelompok galombang ini secara bersamaan saling memberi hormat seiring itu kedua kelompok ini setengah berdiri dengan kaki kanan melentik arah ke depan kaki kiri menjulur ke belakang, tangan kanan melentik ke atas arah ke depan sedangkan tangan kiri melentik ke bawah dengan gaya seperti membuat kuda-kuda. Dengan perlahan kedua kelompok ini melangkahkan kaki kiri arah ke depan.
Ragam ini berlanjut sampai pada hitungan tiga, pada saat hitungan empat, masing-masing kelompok melangkahkan kaki kiri masing-masing arah ke kiri. Hal ini berlanjut sampai hitungan tiga. Saat memasuki hitungan empat masing kelompok membalikkan badanya arah ke kanan. Ragam ini bernama Puyuh balik. Memasuki hitungan lima, masing-masing kelompok membuang kaki kiri arah belakang dan kaki kakan melentik tangan kiri melentik ke depan tangan kanan melentik ke bawah dengan komposisi badan tetap menghadap ke depan. Ragam ini bernama Sipekok.
Setelah ragam Sipekok, masing-masing kelompok memutar badan ke arah kiri sambil menarik kaki kiri dan mensejajarkan dengan kaki kanan seraya melangkahkan kaki kanan arah ke kanan dari hitungan satu dan dilanjutkan langkah berikutnya sampai kepada hitungan ketiga.
Saat hitungan empat masing-masing kelompok membalikkan badan arah ke kiri dengan gaya tangan kanan melentik mengayun ke depan dan tangan kiri melentik ke bawah dan mengayun ke kiri.
Demikianlah berulang sehingga sampai pada saat barisan kedua kelompok ini berjarak sekitar  sepuluh hasta seluruh barisan yang ada dibelakang sipembawa berhenti dari aktivitasnya masing-masing hanya si pembawa yang melajutkan gerakan-gerakan silat sehingga sampailah pada titik klimak si pembawa saling serang kepada lawannya.
Melihat hal yang demikian, salah seorang dari pengiring berdiri di antara si pembawa dengan membawa tempak sirih yang biasa disebut Langgue untuk memisah kedua kelompok ini dan sebagai lambang perdamaian tepak sirih (Langgue) tadi diserahkan kepada si pembawa gelombang, maka selesailah acara gelombang duo baleh selanjutnya rombongan pengantin laki-laki disambut pula dengan sebuah tarian  Randei (Tari Dampeng)  

TARI DAMPENG (RANDEI)

Tari Dampeng / Randei

Adat Sumando adalah sebuah wadah dimana semua bentuk kegiatan kesenian yang bersifat budaya adat istiadat yang mengatur tata cara dan tahaban- tahaban pelaksanaan pernikahan pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, malai sejak tahaban Marisik sampai ketahaban Tapanggi (Mengunjungi keluarga Pria), dari acara pelaksanaan Tarian seperti tari Saputangan, Tari Payung, Tari Adok, Tari sampaya, Tari Sikambang Botan (Pedang) Tari Perak-perak, Tari Ceksity, Tario Piring, Tari Anak, sampai kepada acara mangarak pengantin pria dengan sambutan gelombang dua belas sampai pula keacara Tari Dampeng.
Yang melatarbelakangi keberadaan seluruh tarian yang ada pada Etnis Pesisir adalah dari adaptasi berbagai gerak silat yang dibawa oleh para pendatang dari Minang Kabau, Melayu, Batak, Jawa, India bahkan gerak silat yang dibawa oleh para pedagang Parsi, yang pertama kali menginjakkan kakinya di sebuah Pulau yang bernama Pulau Musala beberapa abat silam.
Perlu dijelaskan kalimat Musala berasal dari kalimat Mur Shalat. Mur adalah sebuah istilah panggilan dalam bahasa Pesisir kepada para pedagang yang datang dari  Parsia, karena Pulau tersebut tempat pertama kali dijadikan tempat Sholat oleh orang Mur maka jadilah Pulau tersebut sampai sekarang bernama Mursala.
Demikian juga kehadiran Etnis Minang Kabau khususnya dari Pariaman yang datang berlayar menyisir pinggiran pantai mengadakan persinggahan disebuah desa yang bernama Aiabi, oleh karena desa tersebut layak untuk ditinggali maka jadilah Etnis Minang Kabau membuat perkampungan.
Oleh perkembangan yang ada, pada akhirnya Etnis Minang Khususnya Parimanan tersebar disetiap desa yang ada di Pantai Barat Sumatera Utara khususnya Tapanuli Tengah Dan Sibolga Demikian pula halnya keberadaan  tari tarian Etnis Pesisir  yang memiliki nilai historis dalam kehidupan masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, disamping sebagai sebuah seni pertunjukan bela diri yang teradaptasi dari unsur gerak silat yang dibawa oleh para pendatang ke daerah Pesisir.
Dari keindahan gerak yang ada dalam setiap Tarian, maka jadilah Tarian tersebut menjadi salah satu kekayaan khazanah keanekaragaman Tari dalam kesenian Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Wajar bila dikatakan setiap tarian yang ada pada Etnis Pesisir mempunyai Eksistensi dan makna Simbolik dalam gerak langkah maju mundurnya kebudayaan dalam Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, karena menurut para pelaku budaya, diperkirakan tari Etnis Pesisir sudah ada sejak tahun 1500, nara sumber Bapak Sj. Pasaribu.
Oleh perjalanan waktu, setiap Tarian  mengalami perkembangan  berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga seluruh tarian tersebut dikenal oleh Etnis Pesisir Tapanuli Tengah sejak dari Kecamatan Manduamas sampai ke Kecamatan Sibabangun.
Tata Cara Tari Dampeng
Proses pelaksanaan tarai ini tidak begitu rumit. Setelah upacara penerimaan pengantin pria  (marapulei) dengan gelombang duo baleh, maka kedua kelompok pesilat gelombang ( kelompok pesilat yang menerima/pihak pengantin wanita (anak daro), kelompok yang diterima (pihak marapulei) yang berjumlah tujuh orang tersebut membuat lingkaran, yang di tengah lingkaran tersebut diletakkan jambangan yang penuh dengan bermacam-macam bunga ( Bahasa Pesisr Bungo Limou / Sunting ) Jumlah tujuh orang pesilat gelombang diambil tiga orang dari pesilat penerima lebih sedikit dari pesilat yang diterima maksudnya karena pihak penerima adalah pihak yang dikalahkan dalam acara adu ketangkasan saat penerimaan, sedangkan empat orang dari pihak yang diterima atau lebih banyak dari pihak penerima karena sudah memenangkan pertandingan dari adu ketangkasan. Properti sebagai berikut:
1.     Empat orang laki-laki memakai pakaian silat pembawa tabir (Sampangan).
2.     Tujuh orang laki-laki memakai pakaian silat membawakan tari Dampeng.
3.     Satu orang perempuan membawa (menjunjung jambangan bungo Limou)
4.     Jambangan
5.     Tujuh macam bunga
6.     Dua helai Tabir (sampangan)
Nama-nama bunga :
1.     Bunga Longging
2.     Bungo Cimpago
3.     Bungo Puding dengan dua warna
4.     Bungo Pagaran
5.     Bungo Sari kayo
6.     Bungo Rampei
7.     Bungo sibalik angin.
Makna Simbolik
Sangatlah nyata makna simbolik yang terkandung dalam keberadaan dan eksistensi tari Dampeng ini pada etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, sejak dari arti Pantun yang diucapkan saat menggelar tarian sampai makna properti sebagai sarat mutlak dalam pelaksanaan tarian ini.
      Penulis mencoba menjelasakan dari arti pantun berikut ini :
Limau purut digenggam ampet
Sisa balimu di ate lamari
Pasang surut ombaknya rapet
Tarimo haluan biduk kami.
Artnya :
Jeruk purut adalah buah asam yang selalu digunakan oleh Etnis Pesisr untuk bahan wewangian saat menjelang masuknya bulan Ramadhan. Digenggam oleh empat orang yang artinya hanya jumlah empat macam tatanan manusia yang hidup di permukaan bumi ini: Pertama Bayi. Kedua, Anak, ketiga orang dewasa, keempat Orang Tua.
    Pasang surut artinya manusia selalu dalam posisi yang lemah disisi Allah Subhanawata’ala.
Ombaknyo rapek artinya selama manjalani kehidupan di dunia ini, kalau kita keluar dari ajaran Agama akan banyak cobaan akan kita hadapi bahkan kita akan menemui banyak halangan dan rintangan.
Tujuh penari Dampeng yang berarti tujuh petala langit dan tujuh petala bumi yang berarti tujuh tingkatan tata cara berpikir manusia di permukaan bumi ini, pertama tidak berakal berarti bayi baru lahir, kedua ada akal itu anak balita, ketiga mulai berakal berarti remaja, keempat sempurna akal berarti orang dewasa, kelima berlebih akal berarti orang-orang tua, keenam kurang akal berarti orang tua yang mulai ujur, ketujuh tidak berfungsi akal berarti orang yang sudah uzur.
Sejarah Tari Dampeng
Pada zaman dahulu di daerah Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, terdapat banyak para jawara yang memiliki ilmu silat yang bermacam ragam bentuknya. Seperti ragam “Silat Simbang” ragam “Silat Langkah tigo salut” ragam “Silat Gajah Bakubang” dan ragam “Silat Harimau Sitelpang”.
Untuk menghilangkan rasa iri hati dan rasa keangkuhan di kalangan para jawara, raja yang bertitah pada waktu itu mengadakan satu pertunjukan seni bela diri yang diikuti para jawara yang ada di setiap desa di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, dan itu selalu diadakan setiap tahunnya.
Dari akhir kegiatan seni pertunjukan tersebut selalu diadakan seni pertunjukan bersama oleh pesilat untuk mencari kesamaan ragam dan gaya dari bentuk dan ragam silat yang berbeda yang dahulu kegiatan tersebut dinamakan buk kak galanggang.
Adapun sejarah tari Dampeng oleh para jawara yang ada disetiap desa yang telah dan selalu mengikuti kegiatan melakukan hal yang sama di desanya masing-masing, sehingga terciptalah satu ragam yang ritmis dan diiringi vokal, agar masyarakat datang untuk menyaksikannya.
    Dari kegiatan ini, terciptalah satu tarian bersama. Karena Pantun yang pertama dilantumkan untuk mengiringi tarian bersama ini diambil dari 
salah satu ragam silat yaitu “Babeleng Dampeng” maka dimasukkanlah kalimat Babeleng Dampeng dalam pantun tersebut, maka jadilah tarian ini bernama “Tarian Dampeng”.yang dikenal luas di kalangan etnis Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
Tata Cara Pertunjukan Tari Dampeng.
Dengan mengucapkan : Yolaaaaaaa Yooooooooo, maka tujuh orang penari  Dampeng pun segera berjalan mengambil posisi ke kanan dengan hitungan delapan, saat suara vokal mengatakan : Adeeeeeeeeee Tooooooooo maka penari Dampeng membalas putaran arah ke kiri dengan hitungan delapan.
Selanjutnya saat vokal mengucapkan kalimat awal pantun : Tobeleeeeeeeng Sidampeeeeeeeng Limou puruuuuuut tu kini nei, maka penari Dampeng membuka ragam pertama dengan tangan menjulur sejajar ke depan yang bernama  “Alang bakaja” sambil memutar badan arah kanan dengan nama gerakan “Alang Malewek” masing-masing ditengah lingkaran dengan hitungan delapan,  sehingga badan menghadap ke belakang setelah pas kaki kanan melangkah setengah pal sambil melanjutkan putaran setengah pal lagi sehingga posisi kembali saling berhadapan dengan hitungan delapan. Ragam ini bernama “ Tabeleng Dampeng “ Penari kembali menjulurkan tangan sejajar ke arah jambangan bungo limau dambil menepukkan telapak tangan masing-masing seraya menjawab dengan serentak penari dengan kata-kata : Youuuu. Gerakan ini bernama  “ Batapuk “ .
Saat suara vokal mengucapkan kalimat : “Oooooo diganggam Ampek Siso balimou tu kini nei Dalam Lamari”, maka penari Dampeng menjawab dengan kata-kata “Oiiii Antaaaaa Anta” membuat gerakan membuang kaki kanan melingkari kaki kiri sambil menekuk tangan kanan arah ke bawah, kaki kiri sedikit sedikit agak merunduk, posisi tangan kiri melentik ke atas sejajar dengan kepala dengan hitungan delapan. Gerakan ini bernama “Kipe Puccuk” .
Diawal sambungan pantun berikutnya, penari Dampeng membuat putaran ke arah ke kanan sambil berjalan dengan serentak mengucapkan kalimat “ Yolaaaaaaa Yooooooo, Adeeeeeeeeey Toooooooooo “ Saat vokal mengucapkan pantun “ Pasang surut tu kininei, maka penari Dampeng kembali memperagakan ragam seperti semula 
Tarian ini bisa berlanjut seiring dengan jumlah pantun yang divokalkan. Di akhir gerakan ini, para penari kembali memberi hormat kepada kedua pengantin dan kepada Tolan atau para undangan.
Busana Tari Dampeng
Busana yang dipakai dalam menarikan tari Dampeng adalah baju dengan teluk belanga (gunting cino) dan celana bertali, dengan ikat kepala yang dinamakan “Deta” memakai kain batik setengah lipatan di atas lutut.
Pakaian terdiri dua warna, warna kuning bagi pesilat dari pihak pengantin pria (marapulai), sedangkan warna merah muda dipakai oleh pesilat yang mewakili pengantin wanita (anak daro). Pelaku tari Dampeng
Asal mula tari Dampeng ini hanya ditarikan oleh orang yang lanjut usia, karena perkembangan zaman, dan berkembangnya tarian daerah lainnya maka tarian Dampeng boleh ditarikan oleh para kaula muda.
Penyajian tari Dampeng. 
Setelah selesai adu ketangkasan dalam acara pagelaran gelombang duo baleh saat penerimaan pengantin pria (marapulei) rombongan pengantin pria terus berangsur masuk ke halaman rumah pengantin wanita.
Bungo limou yang dijunjung oleh seorang gadis yang dikawal oleh empat orang pesilat dengan menenteng tabir Lidah-lidah atau sampangan di kiri dan kanan diletakkan di tengah halaman persis di hadapan kedua pengantin yang didudukkan saling berhadapan maka tujuh pesilat yang berasal dari dua kelompok tadi mengambil posisi membuat lingkaran mengitari jambangan bungo limou. Setelah memberi hormat kepada kedua pengantin dan kepada Tolan (para undangan) seiring dengan itu pula terdengarlah suara vokal dari salah seorang pevokal dari kelompok Sikambang.
Makna Tujuh Macam Bunga
Bunga Longging adalah bunga yang selalu disukai setiap orang karena memiliki aroma yang harum baunya. Bunga ini selalu ditanam di sudut halaman rumah. Pohonnya tidak terlampau tinggi biasanya hanya tiga meter dari permukaan bumi. Bunga ini tidak pernah berhenti berbunga. Bentuk bunganya mengembang berwarna putih mempunyai tangkai bercabang. Buahnya berbentuk bulat lonjong bisa dijadikan obat penawar racun. Keberadaan bunga ini melambangkan orang tua yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang dan perlindungan kepada anak-anaknya.
Bungo Cimpago adalah sebuah bunga yang berbunga satu kali dalam setahun. Biasanya Bunga ini mulai berbunga pada saat menjelang bulan Puasa, Aromanya harum, biasanya bunganya selalu diselipkan di antara lipatan baju dalam Lemari pakaian. Buahnya Bulat panjang dan setelah cukup tua buah itu akan terbelah dua. Buahnya dapat dipergunakan sebagai obat penurun panas bagi anak-anak. Pohonnya berdiameter lebih kurang satu meter. Tingginya bisa mencapai sepuluh meter dari permukaan bumi. Bentuk bunganya seperti guntingan kertas terkesan merundukkan kuncupnya, berwarna lembayung bertangkai tunggal Bunga ini melambangkan anak perawan (gadis) yang pemalu dan selalu mengutamakan keindahan, selalu jadi idaman Pria.
Bungo Puding adalah sebuah bunga yang ditanam di sekitar sumur. Bunga ini tidak memiliki kuncup bunga. Keindahannya hanya dilihat dari warna daunnya yang berwarna-warni. Warna-warni yang terdapat pada daunnya adalah warna hijau, kuning dan sibalik daunnya terdapat warna merah saga. Besar batangnya hanya sebesar ibu jari, sedangkan tingginya hanya lebih kurang satu meter dari permukaan bumi. Bunga ini tidak memiliki buah, dan selalu ditanam di pusara makam. Kita selalu mendengar dalam ceramah para mubaligh, Rasul pernah menancapkan bunga ini pada salah satu makam dimana Rasul singgah melepas lelah dalam satu perjalanan berdagang di antara Kota Mekkah dan desa Tha’ib, karena menurut Rasul, bunga puding dapat menjadi penyejuk bagi mayit yang ada dalam makam tersebut. Bunga ini melambangkan seorang ulama yang selalu memberikan ceramah keagamaan sebagai penyejuk umat.
Bungo Pagaran ini biasanya tumbuh di lereng perbukitan, dan dapat ditanam di pagar-pagar rumah, Bentuknya berakar dan menjalar mengitari setiap sudut pagar. Bentuk daunnya seperti jarum dan bunganya mengembang bentuknya kecil dengan warna berubah-ubah. Saat mulai mengembang warnanya merah, setelah beberapa hari warna merahnya berubah menjadi warna putih. Buahnya seperti buah kacang panjang tetapi tidak sebesar kacang panjang. Buahnya biasa digunakan untuk pengharum masakan seperti rendang daging dan gulai ikan.
Bunga ini melambangkan pemuda yang menjadi pelopor pemersatu dan pemerakarsa, lebih dari itu pemuda adalah menjadi pagar bagi sebuah desa dimana Pemuda tersebut berada. Bungo Sari Kayo adalah sebuah bunga yang sudah tidak dijumpai lagi di daerah Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Menurut berita bunga ini adalah berbentuk pohon kayu biasa, tingginya bisa mencapai sepuluh meter, bentuk daunnya seperti daun beringin, bentuk buahnya seperti buah kari, bila masak dapat dimakan rasanya terasa sangat enak dan manis.
Dari bentuk isi dan enak rasanya Etnis Pesisir menciptakan sebuah masakan yang terbuat dari larutan telur dicampur dengan sedikit tepung dicampur banyak gula dimasak dengan mengukusnya. Itulah yang bernama Sari Kayo yang dihidangkan untuk pelengkap upa-upah yang diberikan kepada anak yang akan disunat rasulkan, juga untuk upa-upah kedua pengantin saat di pelaminan. Sedangkan bentuk bunganya berbentuk kuncup dan tidak pernah mengembang berwarna putih beraroma harum dan mudah sekali gugur sebelum menjadi buah dan mudah terserang penyakit tanaman apa bila tidak di rawat dengan baik. Bunga ini melambangakan anak balita yang selalu membutuhkan siraman kasih sayang dari setiap orang dan selalu dijaga dan dirawat.
Bungo Rampei adalah sebuah bunga yang juga biasanya ditanam di pekarangan rumah. Bentuknya hampir sama dengan bunga Longging. Bentuk bunganya menjulai ke bawah berbentuk opal berwarna kuning dan ber aroma harum, biasanya Bunga tersebut dicampur bedak pendingin wajah dijemur bersamaan dengan bedak tersebut sehingga apabila sudah kering menjadi harum.   Bunga ini memiliki buah bertandan seperti buah langsat, bentuk buahnya bulat lonjong. Besar batangnya hanya berdiameter setengah meter dan tingginya hanya mencapai tiga meter. Buahnya dapat digunakan sebagai pengobatan Bara (Kanker). Bunga ini melambangkan para tokoh masyarakat yang selalu menjadi panutan dan tempat mengadukan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Bunga Balik Angin adalah sebuah bunga yang tumbuh di tengah padang tempat gembala kerbau atau kambing. Bentuk daunnya sebelah atas berwarna hijau, sebelah bawah berwarna merah, tetapi apabila daunnya mengering warna sebelah atas akan berubah menjadi hitam dan sebelah bawah akan berubah menjadi putih, memiliki bunga mengembang kecil-kecil berwarna lembayung tidak memiliki aroma. Bentuk buahnya bulat kecil dan beraroma kurang sedap. Tinggi pohonnya hanya berkisar satu meter dari permukaan Bumi. Biasanya daunnya yang sudah kering ditaruh di atas kosen pintu depan rumah dinyakini dapat dijadikan penangkal makhluk jahat yang dapat disuruh oleh orang yang memelihara makhluk tersebut. Bunga tersebut melambangakan orang pintar (Paranormal) yang selalu menjadi tempat masyarakat pada waktu itu membawa keluarganya yang sakit untuk berobat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar